Ahok Bangkit Lagi! Intip Profil, Rekam Jejak Politik, dan Peran Barunya di DPP PDIP 2025–2030
Ahok resmi masuk DPP PDIP 2025–2030 sebagai Ketua Bidang Perekonomian. Comeback politiknya jadi sorotan publik.
Editor: Glery Lazuardi

TRIBUNNEWWS.COM - Nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok masuk dalam daftar susunan pengurus Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP periode 2025-2030.
Selama lima tahun mendatang, Ahok akan menempati posisi strategis sebagai Ketua Bidang Perekonomian. Ahok comeback ke dunia politik.
Ketua Bidang Perekonomian bertanggung jawab atas perumusan, pengawasan, dan pelaksanaan kebijakan partai di sektor ekonomi.
Ia kini berada satu barisan dengan tokoh-tokoh besar seperti Puan Maharani (Ketua Bidang Politik) dan Ganjar Pranowo (Ketua Bidang Pemerintahan dan Otonomi Daerah).
Baca juga: Hasto Kristiyanto Hadir di Kongres PDIP di Bali, Disambut Tangis dan Pelukan Megawati
Ahok adalah seorang politikus dan mantan pejabat publik Indonesia yang dikenal karena gaya kepemimpinannya yang tegas dan transparan.
Dia pernah menjabat sebagai Bupati Belitung Timur pada periode 2005-2006, Wakil Gubernur DKI Jakarta 2012-2014 mendampingi Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta periode 2014-2017.
Namun, di bidang politik nama Ahok sempat meredup pada 2017.
Nama Ahok mulai meredup di dunia politik pada tahun 2017, terutama setelah dua peristiwa besar yang sangat memengaruhi citra dan karier politiknya.
Pertama Kasus Penodaan Agama
Pada September 2016, Ahok mengutip Al-Maidah ayat 51 dalam pidatonya di Kepulauan Seribu, yang kemudian dianggap menyinggung umat Islam.
Ia didakwa melakukan penodaan agama dan menjalani persidangan selama masa kampanye Pilkada DKI Jakarta.
Pada 9 Mei 2017, Ahok divonis 2 tahun penjara, yang membuatnya harus mundur dari jabatan gubernur dan menghentikan aktivitas politiknya sementara waktu.
Kedua Kekalahan di Pilkada DKI Jakarta 2017
Ahok maju sebagai calon gubernur bersama Djarot Saiful Hidayat, namun kalah dari pasangan Anies Baswedan – Sandiaga Uno dalam putaran kedua Pilkada.
Kampanye Ahok banyak mendapat penolakan di lapangan, dan suasana politik saat itu sangat panas, bahkan disebut sebagai masa meningkatnya intoleransi dan politisasi identitas.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.